Senin, 22 Juli 2013

Fisika Farmasi_Laporan FenDis


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi seorang farmasis, ditambah berbagai factor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat di dalam tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk didalam koefisien partisi adalah kerja obat / organ target serta distribusi dan absorbsinya keseluruh bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik.
Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat(sampel) didalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu.
Amplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbs dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi misalnya harus dapat larut dalam air dan minyak . sebab  jika pengawet hanya larut dalam air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mendapatkan perbandingan kelarutan antar dua pelarut yang tidak saling bercampur.
2.    Untuk menetapkan koefisien distribusi dari asam benzoat dalam pelarut air dan minyak yang tidak saling bercampur.
3.    Untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi saat terjadi titik akhir titrasi (TAT).







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Landasan Teori
Fenomena batas permukaan sangat sering dijumpai dalam pembuatan sediaan obat. Batas antar permukaan adalah permukaan yang memisahkan dua bahan atau dua fase sebuah system satu terhadap yang lain. Batas permukaan yang memisahkan dua bahan atau dua fase sebuah system satu terhadap yang lain. Batas permukaan berbentuk antara jenis-jenis fase berikut : cair / gas, cair / cair, padat / gas, padat / cair, padat / padat. Pada saat terjadinya perubahan dari satu fase ke fase lainnya. Dapat juga dijumpai adanya fenomena yang lebih kompleks antara lain : batas permukaan, adsorbs, kapilaritas, difusi dan lain-lain. Tegangan batas antr permukaan terbentuk akibat adanya interaksi antar molekular pada batas antar permukaan kedua fase yang berbeda dibandingkan dalam fase murninya (Voigt, 1994).
Tegangan permukaan dan tegangan antar muka dlam keadaan cair, gaya, kohesif antar molekul-molekul yang berdekatan dikemangkan dengan baik. Dalam suatu tetes cairan yang tersuspensi dalam udara, molekul-molekul dalam baik cairan dikelilingi oleh molekul dari segala arah yang mempunyai gaya tarik yang sama. Sebaliknya molekul pada permukaan (yakni pada antarmuka cair / udara) hanya dapat mengembangkan gaya tarik-menarik kohesif dengan molekul cair lain yang terletak dibawh atau disamping mereka. Molekul itu dapat mengembangkan gaya tarik-menarik adhesi dengan molekul yang menyusun fase lain yang terlibat dalam antarmuka tersebut, walaupun dalam hal antarmuka cair / gas gaya adhesi tarik-menarik adhesi ini kecil (Martin, 1993).
Tegangan dalam permukaan ini adalah gaya per satuan panjang yang harus diperhatikan sejajar pada permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam. Gaya ini tegangan permukaan mempunyai satuan dyne / cm dalam system cgs. Hal ini anlog dengan keadaan yang terjadi bila suatu objek yang menggantung dipinggir jurang pada seutas tali ditarik ke atas oleh seseorang yang memegang tali tersebut dan berjalan menjauhi tepi jurang pada seutas tali ditarik ke atas oleh seseorang yang memegang tali tersebutdan berjalan menjauhi tepi jurang(Martin, 1993).
Tegangan antar muka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat pada antarmuka dua fase cair yangtidak bercampur dan seperti tegangan permukaan mempunyai satuan dyne/ cm. tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan karena daya adhesive antara dua fase cair yang membentuk suatu antarmuka adalah lebih besar daripada bila suatu fse cair dan suatu fase gas berada bersama-sama. Jadi,bila dua cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada tegangan permukaan yang terjadi(Martin, 1993).
            Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu:
1.    Temperatur
Kerapatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan suhu 10oC.
2.    Kekuatan ion
Semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.
3.    Konstanta dielektrik
Efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionikdi ekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan ioniknya. Untuk reaktan yang kekuatannya bermuatan berlawanan mak laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang muatannyasama maka laju distribusinya negative.
4.    Katalis
Katalis dapat menurunkan laju-laju distribusi
5.    Katalis asam basa spesifik
Laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion hydrogen atau hidroksi.
6.    Cahaya energi
Cahaya seerti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukn untuk terjadi reaksi.
            Distribusi obat adalahsuatu proses reversible. Laju pertukaran antara plasma dan jaringan berfariasi secara luas, tergntung pada tipe jaringan dan karakteristik partisi obat. Dengan beberapa kekecualian khususnya protein plasma dan sel-sel darah merah penentuan distribusi obat dalam tubuh manusia secara eksperimen tidak mungkin dilakukan atau tidak layak. Tetapi perwujudannya dapat disimpukan dari profil konsentrasi dalam plasma . bila obat cepat didistribusi, tubuh berprilaku secara kinetis sebagai suatu pula tunggal yang homogen dan waktu perjalanan konsentrasi plasma dapat digambarkan secara tepat oleh suatu ekspomensial tunggal. Sebaliknya, kinetika disposisi obatseringkali melibatkn multiekspomensial. Tiap eksponen tambahan telah ditafsirkan untuk menunjukkan suatu kumpulan jaringan yang memerlukan waktu makin lama makin banyak dalam mencapai steady-state dalam distribusi obat (Lachman, 1989).
II.2 Uraian Bahan
1.    ASAM BENZOAT (FI Edisi III Hal. 49)
Nama resmi                   :    ACIDUM BENZOICUM
Sinonim                         :    Asam Benzoat
Rumus molekul             :    C7H6O2
Rumus bangun              :           COOH



Pemerian                       :    Hablur halus dan ringan ; tidak berwarna; tidak berbau.
Kelarutan                      :    Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian  eter.
Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan                  :   -  antiseptikum ekstern (mencegah keadaan septis  
                                             ataumenghambat pertumbuhan mikroorganisme)
-    Anti jamur (untuk membunuh atau membasmi jamur)
2.    MINYAK KELAPA (F1 Edisi III hal. 456)
Nama resmi                   :    OLEUM COCOS
Sinonim                         :    Minyak Kelapa
Berat Jenis                    :    0,940-0,950 g / mL
Pemerian                       :    Cairan jernih, tidak berwarna, atau kuning Pucat, bau khas tidak  tengik
Kelarutan                      :    Larut dalam 2 bagian etanol (95%) p, pada suhu 600C, sangat mudah larut dalam kloroform P dan eter P
Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk
Penggunaan                  :    zat tambahan
3.    NATRIUM HIDROKSIDA (FI Edisi III HAL. 412)
Nama resmi                   :    NATRII HYDROXYDUM
Sinonim                         :    Natrium Hidroksida
Pemerian                       :    Bentuk batang, buiran, massa hablur, atau keping, kering, kasar, rapuh dan menunjukkan suasana hablur, putih, mudah meleleh,  basa sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap kabondioksida.
Kelarutan                      :    Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%)P.
Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan                  :    zat tambahan
4.      AQUADEST (FI Edisi III Hal. 96)
Nama resmi                   :    AQUA DESTILLATA
Sinonim                         :    Air suling
Pemerian                       :    Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup rapat
5.    INDIKATOR PENOFTALEIN (FI Edisi III Hal. 94)
Nama resmi                   :    PHENOFTALEINUM
Sinonim                         :    Fenoftalein
Pemerian                       :    Serbuk hablur, putih kekuningan, lemak, tidak berbau, stabil di udara.
Kelarutan                      :    Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P, agak sukar larut dalam eter P.
Penyimpanan                :    Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan                  :    Sebagai indikator




BAB III
METODE PRAKTIKUM

III.1 Alat dan Bahan
A.   Alat yang digunakan :
1.
Batang pengaduk

2.
Buret 25 mL

3.
Corong pisah 250 mL

4.
Erlenmeyer 250 mL

5
Gelas Kimia

6
Gelas ukur 100 mL

7
Hotplate

8.
Karet penghisap

9
Klem dan statif

10
Pipet ukur 25  mL

11
Pipet ukur 50 mL

12
Sendok tanduk

13
Timbangan digital


B.   Bahan yang digunakan :
1.
Aluminium foil
2.
Aquadest
3.
Asam benzoate 500 mg
4.
Indikator PP 0,1 %
5.
Minyak kelapa 100 mL
6.
Natrium Hidroksida 0,1 N


III.2 Prosedur Kerja
1.      Disiapkan alat dan bahan
2.      Ditimbang asam benzoat sebanyak 500 mg. kemudian dimasukkan dalam gelas kimia 200 mL. lalu ditambahkan aquadest sebanyak 200 mL. kemudian  panaskan di atas hotplate sampai larut (larutan A).
3.      Dipipet 100 mL larutan a laludimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL(untuk larutan blanko). Setelah itu, dipipet masing-masing 25 mL dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
4.      Dipipet 100 mL larutan A lalu dimasukkan ke dalam corong pisah, lalu ditambahkan dengan minyak kelapa sebayak 100 mL, kocok selama 15 menit, lalu diamkan selama 15 menit.
5.      Setelah didiamkan dipipet masing-masing 25 mL (duplo) kemudian dimasukkan dalam erlenmeyar 250 mL.
6.      Tambahkan indicator PP 0,1 % sebanyak 2-3 tetes ke masing-masing Erlenmeyer lalu titrasi dengan NaOH 0,1 N hingga perubahan warna dari bening jadi merah muda.





BAB IV
HASIL PERCOBAAN

IV.1 DATA PENGAMATAN
A.    DATA PENGAMATAN LARUTAN BLANKO
NO.
Asam Benzoat
Indikator PP 0,1%
V. NaOH 0,1 N
Perubahan Warna
1.
2.
25 mL
25 mL
3 tetes
3 tetes
5,25 mL
5,20 mL
Bening  → merah muda
Bening → merah muda

B.     DATA PENGAMATAN LARUTAN EKSTRAK
NO.
Asam Benzoat
Indikator PP 0,1%
V. NaOH 0,1 N
Perubahan Warna
1.
2.
25 mL
25 mL
3 tetes
3 tetes
1,10 mL
0,95 mL
Bening  → merah muda
Bening → merah muda








IV.2 PERHITUNGAN
A.      KADAR  BLANKO
Kadar Blanko I       =  V titrasi x N NaOH x 12,21 mg
                                                                     0,1
= 5,25 x 0,1x 12,21 mg 
            0,1
=  64,1025 mg
Kadar Blanko II     =  V titrasi x N NaOH x 12,21 mg                                                     
                                                   0,1
=  5,20 x 0,1x 12,21 mg 
            0,1
=  63,492 mg
B.       KADAR EKSTRAK
Ekstrak     I             =  V titrasi x N NaOH x 12,21 mg                                                     
                                                   0,1
                               1,10x 0,1x 12,21 mg 
            0,1
                               =  13,431 mg
Ekstrak   II             =  V titrasi x N NaOH x 12,21 mg                                                     
                                                   0,1
                               = 0,95 x 0,1x 12,21 mg 
            0,1
                               =  11,5995 mg


C.      KADAR ASAM BENZOAT  DALAM MINYAK
Minyak I     = kadar blanko I – kadar ekstrak I
                           = 64,1025 mg – 13,431 mg
                           = 50,6715       
Minyak II   = kadar blanko II – kadar ekstrak II
                           = 63,492 mg – 11, 5995 mg
                           = 551,8925 mg
D.      KOEFISIEN DISTRIBUSI
Koefisien Distribusi I         = Kadar asam benzoat minyak I
                                            Kadar asam benzoat  ekstrak I
                                                50,6715
                                                                13,431
                                                            = 3, 1727 mg
Koefisien Distribusi II        = Kadar asam benzoat minyak I
                                            Kadar asam benzoat  ekstrak I
                                               51,8225
                                                               11,5995
                                                            = 4, 4737 mg






BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yaitu fenomena distribusi yang dapat diartikan sebagai fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur tergantung pada interksi fisik dan kimia antara pelarut dan zat terlarut dalam dua fase. Adapun sampel yang digunakan pada praktikum ini yaitu asam benzoate sedangkan pelarutnya yaitu air dan minyak kelapa. Kaedua pelarut ini tidk dapat larut sama lain tidak saling bercampur) tetapi sampel dapat larut kedalam dua pelarut tersebut. Hal ini disebabkan air merupakan pelarut polar sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut non polar. Dalam minyak kelapa terdapat karbon sehingga menyebabkan bentuk streokimianya simetris sehingga tidak memiliki momen dipol. Momen dipol menentukan suatu zat bersifat polar atau kurang polar.
Pada praktikum ini, halyang ertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu, ditimbag asam benzoat sebanyak 500 m, masukkan dalam gelas kimia 200 mL dan tambahkan aquadest 200 mL. lalu panaskandi atas hotplate sampai larut(larutan A).Larutan A ini dipiet sebanyak 100 mL kemudian masukkan dalam erlenmeyer 250 mL (untuk larutan blanko). Selain itu, dipipet pula 100 mL kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah (untuk larutan ekstrak). Larutan untuk blanko dipipet kembali sebanyak 25 mL(dibuat duplo). Sementara larutan yang dibuat untuk ekstrak ditambahkan 100 mL minyak kelapa kemudian dilakukan pengocokan kuat selama ±15 menit. Hal ini bertujuan agar gugus polar dan non (kurang) polar dari asam benzoat dapat bereaksi dengan fase air dan minyak sehingga dapat dilihat pelarut mana yang kelarutannya paling besar. Gugus benzen dari asam benzoate meupakan gugus karbon yang memiliki momen dipole yang kecil sehingga konsentrasi elektriknya juga kecil  dan gugus ini akan bereaksi dengan minyak. Air memiliki momen dipol dan konstanta dielektriknya yang besar sehingga bersifat polar jadi mudah menarik gugus polar dari asam benzoat.
Setelah dikocok, campuran dibiarkan beberapa saat (±15 menit). Hal ini bertujuan agar pemisahan antara kedua pelarut tersebut bisa sempurna. Pada corong pisah akan terlihat fse minyak berada diatas dan fase air berada dibawah. Hal ini terjadi karena massa jenis minyak lebih kecil dari pada massa jenis air. Setelah itu, lapisan air yang berada dibah diambil / ditampung dalam gelas kimia sedangkan lapisan minyaknya dibuang. Hal ini dikarenakan lapisan air dari pengocokanlah yang akan dititrasi. Bila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadisaponifikasi (penyabunan).
Lapisan air yang ditampung tadi, dipipet sebanyak 25 mL kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 250 mL(dibuat duplo) dan diberi label ekstrak I dan ekstrak II.  Keempat erlenmeyer (ekstrak I dan II serta blanko I dan II), ditambahkan 3 tetes indicator PP 0,1%, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N.
Metode titrasi yang digunakan adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh arutan dari bening menjadi merah muda.
Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang digunakan adalah pada larutan titer bersifat asam yang telah ditambahkan indicator PP 0,1 % dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu asam benzoat dengan titran basa yaitu NaOH 0,1 N membenruk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum terjadiperubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan menyebabkan terjadinya perubahan dari bening menjadi merah muda yang beasal dari kelebihan titran basa denan indicator PP.
Pada praktikum ini, dilakukan titrasi pada blanko dan ekstrak. Adanya titrasi blanko bertujuan sebagai pembanding pada larutan yang sudah diberi minyak. Maksudnya untuk membandingkan distribusi zat dalam satu pelarutdan distribusi zat yang dipengaruhi pelarut lainnya.
Adapun kadar blanko yang didapatkan yaitu 64,1025 mg untuk blanko I dan 63,492 mg untuk blanko II. Sedangkan kadar ekstraknya yaitu 13,431 mg untuk ekstrak I dan 11,5995  mg untuk ekstrak II.
Kadar blanko I dn blanko II lebih tinggi disbanding kadar ekstrak I dan ekstrak II. Hal ini dikarenakan adanya tambahan minyak pada ekstrak I dan ekstrak II yang mempengaruhi perubahan pada titik akhir titrasi. Sedangkan pada blanko tidak terdapa penambahan minyak sehingga konsentrasi yang diperlukan tinggi untuk dapat merubah larutan dari bening menjadi merah muda.
Setelah mendapat kadar blanko, ekstrak dan kadar asam benzoate dalam minyak. Maka selanjutnya menghitung koefisien distribusi. Koefisien distribusi suatu senyawa  dalam dua larutan yang tidak bercampur harus sama dengan satu. Artinya bahwa senyawa tersebut terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase cair. Jika nilai koefisien distribusi < 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari fase minyak.
Dari percobaan ini, diperoleh hasil keofisien distribusi asam benzoat yaitu 3,1727 mg untuk koefisien disrtibusi I dan 4,4737 mg untuk koefisien distribusi II.
Pada percobaab ini terdapat beberapa kesalahan dimana hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literature. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
1.        Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam dua pelarut.
2.        Larutan dalam corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan fase air untuk dititrasi.
3.        Kesalahan dalam mentitrasi.
4.        Kelarutan sampel yang tidak sempurna.












BAB VI
PENUTUP

VI.1 Kesimpulan
            Dari praktikum larutan standar yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.    Fenomena distribusi adalah fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur tergantung pada interksi fisik dan kimia antara pelarut dan zat terlarut dalam dua fase.
2.    Koefisien distribusi yang didapatkan yaitu 3,1727 mg untuk koefisien disrtibusi I dan 4,4737 mg untuk koefisien distribusi II.

VI.2 Saran
    Diharapkan kepada praktikan, sebelum melaksanakan praktikum agar menguasai prosedur praktikum yang akan dipraktikumkan. Selain itu, pada saat praktikum berlangsun.  Praktikan harus cermat, teliti dan hati-hati agar hasil yang diinginkan dapat diperoleh dengan baik.






DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.
Lachan, Leon dkk. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri I. Jakarta: UI-Press.
Martin, Alfred dkk. 1993. Farmasi Fisik Edisi III. Jakarta: UI-Press
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM-Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar