BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sediaan farmasi tidak hanya sebatas sediaan padat,
semi padat, dan cair. Selain itu terdapat juga sediaan galenik dan sediaan steril. Sediaan steril ini terdiri dari obat
tetes mata (guttae opthalmic), obat tetes telinga (guttae auricause), obat
tetes hidung (guttae nassales), tetes
mulut (guttae oris), salep mata, dan injeksi. Injeksi terdiri dari injeksi
volume kecil (ampul dan vial), dan injeksi volume besar (infus). Sediaan steril
termasuk sediaan yang agak rumit karena pengerjaannya harus memperhatikan
keadaan bahan, alat, dan lingkungan yang steril serta pengerjaan yang dilakukan
secara aseptik dan juga harus hati-hati untuk menghindari terjadinya
kontaminasi mikroba dan bahan asing.
Injeksi infus ini didefenisikan sebagai sediaan
steril untuk penggunaan parenteral. Sediaan ini dibuat atau diracik dengan
melarutkan, mengemulsi, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam pelarut atau
dengan menggunakan bahan atau zat yang isotonis, atau mempunyai tekanan yang
sama dengan darah dan cairan tubuh yang lain dengan menggunakan Aqua Pro
Injeksi sebagai zat pembawanya.
Penggunaan
injeksi dapat dilakukan dengan berbagai rute pemberian kepada penderita atau
pasien yang tidak dapat atau susah untuk menelan obat atau tidak dapat diserap
dari mukosa saluran cerna. Sediaan injeksi ini tidak semua jernih atau tidak
berwarna tetapi sediaan injeksi ini dapat pula berwarna tergantung dari bahan obat
yang dipakai. Sediaan injeksi baik yang berwarna maupun yang tidak berwarna
harus tetap steril. Oleh karena itu, seorang farmasis harus mengetahui
bagaimana cara pembuatan dan pemakainnya.
Pembuatan infus dilakukan dengan tujuan diberikan
pada pasien yang tidak dapat menelan obat, dan biasanya dilakukan untuk
intravena. selain itu, juga bertujuan agar seorang farmasis dapat mengetahui
bagaimana cara pembuatan sediaan steril infus. Berdasaran uraian diatas, maka
sangat perlu membahas lebih dalam lagi tentang pembuatan sediaan infus.
BAB
II
FORMULA
II.1 Master Formula
R/
Glukosa 25 g
NaCl 2,25 g
A.P.I. ad 500
mL
|
II.2 Kelengkapan Resep
Dr. Fiant SIP. 005/IDI/2010
Jl. Syehk Yusuf No 15 Kendari
Telp. (0401) 31934
No. 01 Kendari, 22/09/2012
R/ Glukosa 25
g
NaCl 2,25 g
A.P.I. ad 500 mL
Fac
100 mL
Pro :
Arka
Umur : 20 Tahun
Alamat : Jl. Asrama Haji
|
Keterangan
:
R/ : Recipe : Ambillah
Pro : Pronum : Untuk
Fac : Fac : Dibuat
A.P.I. : Aqua Pro
Injeksi : Air
Untuk Injeksi
II.3 Alasan Penggunaan
Bahan
II.3.1
Penggunaan Bahan Aktif
Glukosa merupakan bahan yang berfungsi sebagai
kalorinergik artinya sebagai sumber energi. Bentuk alaminya disebut juga
Dekstrosa. Penggunaan glukosa pada sediaan ini sebagai bahan utamanya
dimaksudkan untuk menambah energi pada pasien yang kehilangan banyak cairan
tubuh karena hipokelemik dehidrasi.
II.3.2
Penggunaan Bahan Tambahan
a. Natrium
Clorida (NaCl)
Digunakan
sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infus yang akan dibuat dapat setara
dengan tekanan osmosis cairan tubuh yakni 0,9 % yang juga merupakan tekanan
osmosis NaCl. Pada sediaan ini, NaCl digunakan sebagai zat tambahan untuk
memperoleh larutan yang isotonis.
b.
Aqua
pro injeksi (API)
Selain
sebagai bahan dalam pembuatan injeksi karena bebas pirogen, alasan dari penggunaan A.P.I. yaitu
dalam ilmu farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan lainnya
yang mudah terhidrolisa (mudah terurai dengan karena adanya kelembaban).
c.
Sulfur
(S)
Alasan penggunaan sulfur adalah agar alat yang digunakan
tidak mengandung bakteriasida.
d.
Natrium
karbonat (Na2CO3)
Digunakan sebagai bahan pembersih alat-alat.
BAB
III
TINJAUAN
PUSTAKA
III.1 Landasan teori
Menurut
Farmakope Indonesia Edisi IV, hal 10 larutan intravena volume besar adalah
injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume
lebih dari 100 mL.
Menurut FI Edisi
III halaman 12, infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau
emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena,
dengan volume relatife banyak. Kecuali dinyatakan lain, infus intravenous tidak
diperbolehkan mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk infus
intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel.
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung
mulai dari 100 mL yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan
bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui
makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi
gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan air dan elektrolit. (Anief , 1997)
Injeksi volume besar
atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian langsung ke dalam pembuluh darah
vena harus steril dan isotonis dengan darah, dikemas dalam wadah tunggal
berukuran 100 mL - 2000 mL. Tubuh manusia mengandung 60
air dan terdiri atas cairan intraseluler (di dalam sel), 40
yang mengandung ion-ion K+, Mg+,
sulfat, fosfat, protein serta senyawa organik asam fosfat seperti ATP, heksosa,
monofosfat dan lain-lain. Air mengandung cairan ekstraseluler (di luar sel) 20
yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan
terbagi atas cairan intersesier (diantara kapiler) 15
dan plasma darah 5
dalam sistem peredaran darah serta mengandung
beberapa ion seperti Na+, klorida dan bikarbonat. (Anief , 2008)
Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui
makanan dan minuman dan di keluarkan dalam jumlah yang relatife sama. Rasionya
dalam tubuh adalah 57
, lemak 20,8
, protein 17,0
, serta mineral dan glikogen 6
. Infus berisi larutan glukosa atau
dekskrosa yang cocok untuk donor kalori. (FI Edisi III halaman 12).
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk infus
harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan
bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) juga mempersyaratkan tiap
wadah akhir infus harus diamati secara fisik dan tiap wadah yang menunjukkan
pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual harus di tolak.
Air yang digunakan untuk infus biasanya Aqua Pro
injeksi, A.P.I. ini dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan
alat gelas netral atau wadah logam yang cocok dengan label. Hasil sulingan
pertama dibuang dan sulingan selanjutnya di tampung dan segera digunakan.
Dalam pembuatan infus atau cairan intravena dikemas
dalam bentuk dosis tunggal dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas
pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volume yang besar,
pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena biasanya mengandung
zat-zat amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus
intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk menetralisir
trauma pada pembuluh darah. Namun cairan Hipotonis maupun Hipertonis dapat
digunakan untuk meminimalisir pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan
dalam kecepatan yang lambat. (Anief,
1993).
Ø Syarat-syarat
infus
1.
Aman,
tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis
2.
Jernih,
berarti tidak ada partikel padat
3.
Tidak
berwarna, kecuali obatnya memang berwarna
4.
Sedapat
mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh lain yakni
7,4.
5.
Sedapat
mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan darah atau
cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh seperti darah, air mata,
cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9 %.
6.
Harus
steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari
mikroorganisme hidup dan patogen maupun non patogen, baik dalam bentuk vegetatif
maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).
7.
Bebas
pirogen,
karena cairan yang mengandung
pirogen dapat menimbulkan demam. Menurut Co Tui, pirogen adalah senyawa
kompleks polisakarida dimana mengandung radikal yang ada unsur N, dan
P. Selama radikal masih terikat, selama itu dapat
menimbulkan demam dan pirogen bersifat termostabil.
Ø Keuntungan
sediaan infus :
1.
Obat
memiliki onset (mula kerja) yang cepat
2.
Efek
obat dapat diramalkan dengan pasti
3.
Biovaibilitas
obat dalam traktus
gastrointenstinalis dapat dihindarkan
4.
Obat
dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma.
5.
Kerusakan
obat dalam tractus
gastrointestinal dapat dihindarkan.
Ø Kerugian
sediaan infus :
1.
Rasa
nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali
2.
Memberikan
efek fisikologis pada penderita yang takut suntik
3.
Kekeliruan
pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin diperbaiki terutama sesudah
pemberian intravena
4.
Obat
hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktek
dokter oleh perawat yang kompeten
5.
Lebih
mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas
pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel)
Ø Fungsi
pemberian infus :
1.
Dasar
nutrisi, kebutuhan kalori untuk pasien dirumah sakit harus disuplai via
intravenous. Intravenous seperti protein dan karbohidrat
2.
Keseimbangan
elektrolit digunakan pada pasien yang shock, diare, mual, muntah, membutuhkann
cairan inrravenous
3.
Pengganti
cairan tubuh seperti dehidrasi
4.
Pembawa
obat obat. Contohnya seperti antibiotik
Ø Penggolongan
sediaan infus :
1.
Larutan
elektrolit
Secara klinis larutan digunakan untuk mengatasi perbadaan
ion atau penyimpanan jumlah normal elektrolit dalam darah. Penyebab
berkuranngnya elektrolit plasma darah adalah kecelakaan, kebakaran dan operasi atau perubahan
patologis organ.
Ada dua jenis keadaan atau kondisi darah yang
menyimpan yakni sebagai berikut :

Yakni kondisi plasma darah yang terlampau asam akibat adanya ion klorida dalam jumlah berlebih.

Yakni kondisi plasma darah yang terlampau basa akibat
adanya ion natrium, kalium, dan kalsium dalam jumlah berlebih.
2.
Infus
carbonat
Berisi larutan glukosa atau dekstrosa yang cocok untuk
donor kalori. Digunakan untuk memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka,
hipoglemia.
3.
Larutan
kombinasi elektrolit dan carbonat
4.
Larutan
irigasi
Sediaan larutan steril dalam jumlah besar 3 liter. Larutan ini disuntikkan dalam
vena, tetapi digunakan di luar sistem peredaran darah dan umunya menggunakan
jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan sehingga memungkinkan
pengisian larutan dengan cepat.
III.2
Uraian Bahan
a. Glukosa (FI Edisi III hal. 268)
Nama resmi : GLUCOSUM
Sinonim : Glukosa
Rumus Molekul : C6H12O6H2O
Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak
berbau, rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut
dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95 %) P mendidih, sukar
larut dalam etanol (95 %) P.
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup baik.
K / P : Kalorigenikum, yakni zat yang dapat meningkatkan
atau menghasilkan energi.
b.
NaCl
(FI Edisi III Hal. 403)
Nama Resmi : NATRII
CHLORIDUM
Sinonim : Natrium Klorida
Rumus Molekul : NaCl
Pemerian : Hablur heksahedral, tidak berwarna atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan
lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95 %).
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik.
K / P : Sumber ion klorida dan ion natrium
c. A.P.I (FI Edisi III Hal. 97)
Nama Resmi : AQUA
PRO INJECTION
Sinonim : Air untuk injeksi
Pemerian : Keasaman–kebasaan, amonium, besi, tembaga, timbal, kalsium
klorida, nitrat, sulfat, zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada aqua
destilata.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup kedap, jika disimpan dalam wadah tertutup kapas berlemak harus
digunakan dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.
K / P : Untuk pembuatan injeksi
d.
Sulfur
(FI Edisi III Hal. 591)
Nama Resmi : SULFUR
PRAECIPITATUM
Sinonim : Belerang endap
Pemerian : Tidak berbau, tidak berasa.
Makroskopik : Serbuk
lembek, bebas butiran, kuning keabuan pucat atau kuning kehijauan pucat.
Mikroskopik : Partikel
hampir bulat berkelompok, amorf, mudah larut dalam karbondisulfida P.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam
karbondisulfida P, sukar larut dalam minyak zaitun P, sangat sukar larut dalam
etanol (95 %) P.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik.
K / P : Antiskabies, yakni obat yang digunakan untuk
penyakit kudis).
e.
Na2CO3
(FI Edisi III Hal. 400)
Nama Resmi : NATRII
CARBONAS
Sinonim : Natrium
Karbonat
Rumus Molekul : Na2CO3.H2O
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup baik.
K / P : Zat tambahan dan keratolitikum yakni untuk
menebalkan lapisan tanduk.
BAB
IV
METODE
KERJA
IV.1 Alat dan Bahan
IV.1.1
Alat yang digunakan :
1.
Autoklaf
2.
Batang
pengaduk
3.
Botol
kaca infus 100 mL
4.
Gelas
kimia 100 ml
5.
Gelas
ukur 100 mL
6.
Labu
ukur 100 mL dan 500 mL
7.
Sendok
tanduk
8.
Spoit
3 cc
9.
Tali
godam
10.
Timbangan
digital.
IV.1.2
Bahan yang digunakan :
1.
Alumium
foil
2.
Aquadest
3.
A.P.I
4.
Glukosa
5.
Kapas
6.
Kertas
perkamen
7.
Kertas
saring
8.
NaCl
9.
Na2CO3
10. Sulfur
IV.2 Perhitungan Bahan

1.
Na2CO3 2% ,
500 mL
%w =
x
100 %
2% =
x 100 %
x = 10
gram
2.
Sulfur 0,1%
, 500 mL
%w =
x
100 %
1 % =
x 100 %
x = 0,5
gram

1. Glukosa
=
x
100 = 5 gram
2.
NaCl =
x
100 = 0.45 gram
Dalam
Farmakope Indonesia Edisi III halaman 19, volume
tambahan yang dianjurkan adalah 2% dari
volume yang akan dibuat, maka
:
·
Glukosa =
x
5 = 0,1 gram
Total =
5 + 0,1
= 5,1 gram
·
NaCl =
x
0,45 = 0,009 gram
Total =
0,045 + 0,009
= 0,459 gram
3. A.P.I
= 100 – ( 5,1 + 0,459 )
= 94,441 mL.
IV.3 Cara Kerja
IV.3.1 Pembuatan Larutan Bebas
Sulfur
1.
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan
2.
Timbang
natrium carbonat sebanyak 10 gram. Masukkan ke dalam gelas kimia 100 mL,
kemudian dilarutkan dengan sedikit aquadest
3.
Timbang
0,5 gram sulfur, masukkan ke dalam gelas kimia 100 ml, larutkan dengan sedikit
aquadest
4.
Larutkan
dengan natrium carbonat dengan larutan sulfur, kemudian masukkan ke dalam labu
ukur 500 mL
5.
Cukupkan
volumenya hingga 500 mL
6.
Kocok
hingga homogen
7.
Beri
etiket, brosur dan kemasan
IV.3.2 Cara Kerja Pembuatan Infus
1.
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
2.
Lakukan
perhitungan bahannya.
3.
Timbang
glukosa 5,1 gram di dalam gelas kimia 100 mL.
4.
Diambil
NaCl 0,9 % sebanyak 0,459 ml dengan menggunakan spoit 3 cc.
5.
Diambil
A.P.I 96,33 mL dengan menggunakan gelas ukur.
6.
Kalibrasi
botol infus.
7.
Botol
infus dibebas sulfurkan dengan cara botol infus direndam dengan larutan sulfur
dengan glukosa.
8.
Glukosa
yang telah ditimbang dilarutkan dengan sedikit A.P.I, kemudian diaduk hingga
larut.
9.
Masukkan
ke dalam labu ukur 100 mL dan tambahakn dengan larutan NaCl 0,9 % sebanyak
0,459 mL, lalu tambahkan dengan A.P.I sampai tanda batas.
10.
Masukkan
ke dalam botol infus kemudian ditutup dengan penutup karet dan aluminium foil,
lalu diikat dengan tali godam
11.
Sterilkan
di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
12.
Setelah
steril, dikeluarkan lalu diberi etiket, brosur dan kemasan.
BAB
V
PEMBAHASAN
Pembuatan
sediaan yang akan digunakan untuk infus harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari kontaminasi atau adanya bahan asing. Cara pembuatan obat yang baik
(CPOB) mempersyaratkan tiap wadah akhir infus harus diamati secara fisik dan
tiap wadah yang menunjukan pencemaran
bahan asing yang terlihat secara visual
harus ditolak. Selain itu syarat sediaan steril infus adalah harus bebas
pirogen. Dimana bebas pirogen dapat diartikan bahwa sediaan yang bebas dari
cemaran mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya panas atau demam.
Sebelum wadah digunakan, wadah haruslah dibebas sulfurkan terlebih dahulu dengan
merendam penutup wadah infus yang terbuat dari karet dalam larutan belerang
(sulfur praecipitatum) dan natrium carbonat (Na2CO3).
Air yang digunakan untuk infus
biasanya Aqua Pro Injeksi ini dibuat
dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral atau
wadah logam yang cocok untuk labu. Hasil sulingan pertama di buang dengan
sulingan selanjutnya ditampung dan segera digunakan. Bila segera digunakan
untuk disterilan dengan cara sterilisasi A (sterilisasi basah atau disebut
dengan sterilisasi panas lembab karena sterilisasi ini dilakukan di dalam
autoklaf dengan menggunakan uap air bertekanan) atau C (penyaringan bakteri
kecil) setelah ditampung.
Dalam praktikum ini pertama-tama
dilakukan yakni mensterilkan semua alat-alat yang dilakukan di dalam autoklaf
pada suhu 1210 C selama 15 menit, selanjutnya dilakukan penimbangan
bahan. Pertama ditimbang glukosa sebanyak 5,1 gram di dalam gelas kimia 100 mL
dan dilarutkan dengan Aqua Pro Injeksi secukupnnya hingga larut lalu aduk
hingga dengan batang pengaduk. Setelah larut tambahkan larutan NaCl 0,9 % sebanyak
0,495 mL dengan menggunakan spoit 3 cc, aduk hingga homogen setelah itu
masukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian cukupkan volumenya dengan Aqua Pro
Injeksi hingga 100 mL, goyangkan labu ukur agar bahan tercampur homogen.
Setelah larutan tersebut di buat,
siapkan wadahnya. Botol infus dikalibrasi dengan menggunakan Aqua Destillata
hingga 100 mL, keluarkan isinya lalu masukkan larutan yang telah dibuat tadi.
Tutup botol dengan penutup karet dan dilapisi dengann aluminium foil dan ikat
dengan talli godam sekuat mungkin. Tujuannya agar pada saat disterilkan dalam
autolaf volume infus tidak berkurang, kemudian diadakan uji kelayakan dan
kejernihan larutan infus yang telah dibuat dengan cara melihat jernih atau
keruhnya larutan infus yang telah dibuat. Setelah itu uji adanya bahan-bahan
asing yang berwarna putih dengan menggunakan sebuah alat yang berlatar hitam
sehingga dengan alat tersebut kita dapat melihat jika ada bahan-bahan asing
yang berwarna putih yang melayang-layang dalam larutan tersebut.
Selanjutnya uji bahan-bahan asing
berwarna hitam dengan menggunakan alat-alat berlatar putih, dengan alat ini
jika masih ada bahan-bahan asing berwarna hitam akan dapat terlihat dengan
jelas. Kemudian dilakukan uji kebocoran jika larutan infus yang dibuat bocor
maka volume infus tersebut berkurang ataupun bertambah, hal ini dapat dilihat
dengan adanya tanda kalibrasi 100 mL yang telah dibuat dengan menggunakan
etiket. Larutan infus dapat berkurang akibat adanya kebocoran sehingga air akan
keluar dari wadah infus dan bertambahnya larutan infus tersebut bisa disebabkan
masuknya uap air pada saat dilakukan sterilisasi, setelah itu beri etiket,
brosur dan kemasan.
DAFTAR
PUSTAKA
Annonim. 1979. FARMAKOPE INDONESIA EDISI III.
Jakarta : Depkes RI
Anief.
1991. FARMASETIKA. Yogyakarta: UGM Press
Anief.
2008. ILMU MERACIK OBAT. Yogyakarta: UGM Press
Voight, R. 1995. BUKU PELAJARAN TEKNOLOGI FARMASI.
Yogyakarta:
UGM Press
Samsuri, A. 2006. ILMU RESEP. Jakarta : Buku
kedokteran EGC