Rabu, 11 September 2013

Farmasetika_Laporan Guttae Auriculares



BAB I
PENDAHULUAN
I.1     Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengaetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan yang semakin pesat, menuntut farmasis untuk selalu mengembangkan pembuatan obat dan formulasi sediaan obat. Peningkatan kualitas obat dan efisiensi dalam pembuatan merupakan hasil  yang ingin dicapai dari pengembangan cara pembuatan dan cara formulasi suatu sediaan obat sehingga dapat lebih diterima dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam pengembangan obat tersebut dibuatlah sedbua sediaan yang ditunjukkan untuk telinga berdasarkan adanya gangguan pada telinga yakni berupa penyumbatan akibat kotoran telinga, infeksi dan lain-lain. Sediaan telinga kadang-kadang dikenal sebagai sediaan otic atau aural. Sediaan-sediaan yang digunakan pada permukaan luar telinga, hidung, rongga mulut termasuk macam-macam dari sediaan farmasi dalam bentuk larutan, suspense dan salep yang semuanya dibuat dalam keadaan steril sehingga disebut dengan sediaan steril. Tujuannya untuk memperlihatkan lebih dekat tipe-tipe bentuk sediaan yang digunakan dengan tempat pemakaiannya dan untuk menentukan dari komponen dalam formulasi (Ansel, 2005).
           Guttae atau obat tetes merupakan salah satu dari bagian sediaan farmasi yang termaksud ke dalam sediaan steril. Guttae adalah sediaan cair berupa larutan emulsi atau suspensi yang dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia. Guttae atau obat tetes sendiri terdiri dari guttae atau obat tetes yang digunakan untuk obat luar dilakukan dengan cara meneteskan obat ke dalam makanan atau minuman. Kemudian guttae oris atau tetes mulut, guttae auriculars atau tetes telinga, guttae opthalmicae atau tetes mata dan guttae nasals yaitu tetes hidung.
Dari semua obat  tetes hanyalah obat tetes telinga yang tidak menggunakan air sebagai zat pembawanya. Karena obat tetes telinga harus memperhatikan kekentalan. Agar dapat menempel dengan baik kepada dinding telinga. Guttae auriculars ini sendiri merupakan obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Zat pembawanya biasanya menggunakan gliserol dan propilenglikol. Bahan pembuatan tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan dikatakan bersifat bakteriostatik.
       Jika terkena cahaya matahari atau cahaya yang lainnya akan merusak sediaan tetes telinga tersebut. Karena guttae auriculars ini merupakan salah satu sediaan obat dalam bidang farmasi. maka seorang farmasis wajib mengetahui bagaimana cara pembuatannya dan bagaimana pula cara pemakaiannya.


BAB II
FORMULA
II.1 Master Formula
Tiap 10 mL mengandung
R/ Kloramfenikol 1 gram
Propylenglikol ad 10 mL


II.2 Kelengkapan Resep
Dr.ReskyPratama
SIP. 08/056/2010
Jl.
Telp   
No.05            Tanggal 19 November 2012
R/ Khloramphenicol              1 g
Propilenglikol            ad        10 mL
            da 60 mL

Pro     : Mawar
Umur    : 20Tahun


Menurut Formularium Nasional Edisi II hal. 64.
CHLORAMPHENICOLI GUTTAE AURICULARES
( tetes telinga kloramfenikol )
     Komposisi     :    Tiap 10 mL mengandung :
            Chloramfenicol        1   g
    Propilenglicol ad    10 mL
     Penyimpanan     :     Dalam wadah tertutup baik
     Catatan     :    1. Pada etiket harus tertera daluwarsa
        2. Sediaan berkekuatan lain 500 mg



II.3 Alasan Penggunaan Bahan
II.3.1    Penggunaan Bahan Aktif
Kloramfenikol merupakan zat aktif yang digunakan pada pembuatan obat.Dalam sediaan tetes telinga yakni berkhasiat sebagai antibiotik (zat-zat yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme) tetapi dalam pembuatannya zat ini tidak boleh terlalu banyak karena efeknya sangat fatal yakni terjadi iritasi. Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas. Kloramfenikol berhubungan dengan gangguan darah yang serius sebagai efek yang tidak diinginkan sehingga harus disimpan untuk pengobatan infeksi berat, terutama yang disebabkan hemofilus influenza dan demam tifoid.

    II.3.2    Penggunaan Bahan Tambahan
Propylenglikol merupakan zat tambahan yang berguna sebagai pelarut dari kloramfenikol, selain sebagai pelarut yang umum dalam pembuatan sediaan tetes telinga. Propylenglikol juga digunakan karena kloramfenikol sukar larut dalam air sehingga digunakan propylenglikol sebagai pelarut.



BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Landasan teori

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, larutan tetes telinga atau larutan otic adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan pada telinga luar misalnya larutan otic benzokain dan antipirin, larutan otic neomisin dan polimiskin sulfat dan larutan otic hidrokortison.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III Guttae auriculars atau tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat mudah menempel pada dinding telinga, umumnya digunakan gliserol dan propylenglikol. Dapat juga digunakan  etanol 90%, heksilenglikol dan minyak nabati. Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-kebasaan kecuali dinyatakan lain pH 5,0–6,0 penyimpanan, kecuali dinyatakan lain dalam wadah tertutup rapat.
Cara penggunaan dari tetes telinga, yaitu :
    Cuci tangan
    Berdiri atau duduk depan cermin
    Buka tutup botol
    Periksa ujung penetes dan pastikan tidak pecah atau patah
    Jangan menyentuh ujung penetes dengan apapun usahakan tetap bersih
    Posisikan kepala miring dan pegang daun telinga agar memudahkan memasukkan sediaan tetes telinga.
    Pegang obat tetes telinga dengan ujung penetes di bawah sedekat mungkin dengan lubang telinga tetapi tidak menyentuhnya
    Perlahan-lahan tekan botol tetes telinga sehingga jumlah tetesan yang diinginkan dapat menetes dengan benar pada lubang telinga.
    Diamkan  selama 2-3 menit
    Bersihkan kelebihan cairan dengan tisu
    Tutup kembali obat tetes telinga, jangan mengusap atau mencuci ujung penutupnya.
Komposisi pada sediaan steril tetes telinga yakni sebagai berikut (Syamsuni, 2006).
    Zat aktif, misalnya neomisin, klorampenikol, gentamycin sulfat dan lain-lain.
    Zat tambahn bukan air, misalnya :
    Pelarut : gliserin, propileglikol, etanol, minyak nabati, dan heksilenglikol
    Antioksidan : alfa tokoferol, asam ascorbat, Na-Disulfida, Na-Bisulfit
    Pengawet : Klorbutanol (10,5 %) dan kombinasi paraben
    Pensuspensi : Span dan Tween
Zat aktif yang digunakan untuk sediaan tetes telinga biasanya adalah sebagai berikut (Ansel, 1989)
    Untuk melunakkan kotoran telinga, misalnya : minyak mineral encer, minyak nabati, asam peroksida.
    Sebagai antiinfeksi, misalnya : kloramfenikol, neomisin, kolistin fosfat, polimiksin B sulfat, gentamicyn
    Sebagai aniseptik dan anestesi, misalnya : fenol, AgNO3, lidokain HCl, dan benzokain.
    Sebagai antiradang, misalnya : hidrokortison dan deksametazone, natrium fosfat
    Untuk membersihkan telinga, misalnya : spiritus
Evaluasi yang dilakukan untuk sediaan steril tetes telinga adalah :
    Uji organoleptis : bau, warna dan rasa
    Uji kejernihan
    Uji pH : pH standar untuk tetes telinga adalah 5,5-6,5




III.2 Uraian Bahan
  
Kloramfenikol (FI edisi III Hal 143)
Nama resmi        : CHLORAMPHENICOLUM
Sinonim        : Kloramfenikol
Rumus molekul    : C11H12Cl2N2O5
Pemerian    :    Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng, memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih  kekuningan, tisak berbau, rasa sangat pahit.
Kelarutan    : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5   bagian etanol (95%) p dan dalam 7 bagian propilenglikol p, sukar larut dalam kloroform p dan   dalam eter p.
Penyimpanan    : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Penggunaan    :    Antibiotikum yaitu zat yang dihasilkan oleh  mikroorganisme yang berkhasiat untuk membunuh  atau menghambat pertumbuhan  mikroorganisme atau secara spesifik berguna sebagai bakteriostatik atau bakteiosid.
  
Propilenglikol (FI edisi III Hal 534)
Nama resmi        : PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim        : Propilenglikol
Pemerian    : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau,  rasa agak manis, higroskopik
Kelarutan    : Dapat campur dengan air, denganb etanol (95%) p dan dengan kloroform p, larut dalam 6 bagian eter p,   tidak  dapat campur dengan eter minyak tanah p dan dengan minyak lemak
Penyimpanan    : Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan    : Zat tambahan, pelarut dari kloramphenikol.




BAB IV
METODE KERJA
IV.1. Alat dan Bahan
IV.1.1 Alat yang digunakan
    Batang Pengaduk
    Cawan porselin
    Gelas kimia 50 mL
    Gelas Ukur  25 mL
    Kaca arloji
    Timbangan Digital
    Sendok Tanduk
    Wadah Tetes Telinga 10 mL
IV.1.2 Bahan yang digunakan
    Kertas perkamen
    Kloramphenikol 2 gram
    Propilenglikol ad 10 mL



IV.2  Perhitungan / Penimbangan Bahan

    Kloramfenikol    =    1 gram
Di lebihkan 5 %    =    5/100  x 1 gram          =   0.05 gram
Jadi yang ditimbang    =    1 gram  + 0.05 gram = 1,05 gram
Untuk 60 mL (6 botol)    =    (1,05 gram)/(10 mL)  x 60 mL
    =    6,3 gram

    Propylenglikol     =    10 mL
Di lebihkan 5 %    =    5/100  x 10 mL          =   0.5 mL
Jadi yang ditimbang    =    10 mL + 0.5 mL      =  10,5 gram
Untuk 60 mL (6 botol)    =    (10,5 mL)/(10 mL)  x 60 mL
    =    63 mL
    =    63 -6.3 mL
    =    56.7 mL


IV.3 Cara Kerja
    Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
    Sterilisasi alat yang akan digunakan di autoklaf 121oC selama 15 menit.
    Digerus kloramfenikol lalu diayak dan di timbang sebanyak 6,3 gram di gelas kimia lalu dibungkus dengan perkamen, kemudian disterilisasi di oven selama 1 jam pada suhu 1150 C. kemudian di timbang sebanyak 10,5 gram
    Ukur Propilenglikol 10,5 mL menggunakan spoit
    Kemudian masukkan kloramfenikol di cawan porselin, lalu campur dengan Propilenglikol sedikit demi sedikit sampai homogen.
    Setelah itu masukkan dalam wadah dengan menggunakan spoit, setelah disterilisasi dengan sterilisasi C, dengan menggunakan Filtrasi atau Filter dari diameter zat ke dalam botol/wadah tetes telinga.
    Beri etiket, brosur dan kemasan





BAB V
PEMBAHASAN

    Pada praktikum ini, kami melakukan percobaan yaitu membuat guttae auriculares atau obat tetes telinga. Sebagaimana telah diketahui definisi guttae auriculares adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Obat tetes telinga ini dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air tetapi menggunakan propilenglikol. Dalam praktikum ini pembawa yang digunakan adalah propilenglikol, karena pemeriannya yang kental lebih memungkinkan kontak yang lama antara obat dengan jaringan telinga. Dan juga sebagai zat tambahan karena sifat higroskopiknya memungkinkan menarik kelembaban dari jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan dan membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang ada. Bahan pembuatan tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak sengaja saat wadah dibuka pada waktu penggunaan atau dikatakan bersifat bakteriostatik. Dalam hal ini kloramfenikol yang menjadi zat aktif yang berfungsi sebagai antibiotik spektrum luas.
    Sebelum melakukan praktikum terlebih dahulu dilakukan sterilisasi pada semua alat dan bahan yang akan digunakan, tujuannya agar alat dan bahan yang kita gunakan dalam keadaan steril dan bebas dari mikroba yang bersifat patogen. Alat yang digunakan adalah batang pengaduk, gelas kimia, dan botol (wadah) untuk sediaan. Alat-alat tersebut disterilkan dengan cara sterilisasi A yakni dengan menggunakan uap air bertekanan dengan suhu dan waktu yang telah ditentukan. Sterilisasi cara A ini dilakukan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C atau pada suhu 1150C selama 30 menit. Sedangkan bahan yang disterilkan adalah kloramfenikol dengan teknik sterilisasi cara D yakni sterilisasi panas kering atau menggunakan oven dan kloramfenikol ini disterilkan pada suhu 1150C selama 1 jam. Sebaiknya sebelum dilakukan sterilisasi kloramfenikol ini di gerus lalu diayak agar partikel-partikelnya menjadi lebih kecil dan pada saat dicampurkan dengan pembawa, kloramfenikol ini bisa larut dengan sempurna sehingga bebas dari bahan yang tidak larut serta bebas partikel kasar yang dapat menyebabkan infeksi pada telinga pada saat pemakaian tetes telinga. Lalu kemudian di timbang sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu, barulah dilakukan sterilisasi. Setelah dilakukan sterilisasi, bahan ditimbang sebanyak 1,05 gram lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia kemudian ditambahkam dengan propilenglikol sambil diaduk hingga klomfenikol larut. Setelah itu dimasukkan dalam wadah botol yang berwarna gelap agar terlindung dari cahaya.
    Sebelum wadah botol tetes telinga diberi etiket, brosur dan dikemas, terlebih dahulu kita lakukan uji pemeriksaan hasil sediaan atau evaluasi. Pertama yang kita lakukan yaitu uji pH, dimana pH tetes telinga harus sesuai dengan Farmakope yaitu 5,5–6,5 dengan menggunakan pH meter. Kedua yaitu uji kejernihan, uji ini bertujuan agar obat tetes telinga yang kita buat dapat jernih dan bebas dari bahan yang tidak larut serta bebas partikel kasar yang dapat menyebabkan infeksi pada telinga pada saat pemakaian tetes telinga.



DAFTAR PUSTAKA

Anief, Muhammad. 2000. ILMU MERACIK OBAT TEORI DAN PRAKTEK. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Ansel, Howard. 1989. PENGANTAR BENTUK SEDIAAN FARMASI. Jakarta : UI
          Press
Annonim. 1978. FORMULARIUM NASIONAL EDIS II. Jakarta : Depkes RI
Anonim. 1979. FARMAKOPE INDONESIA EDISI III. Jakarta : Depkes RI.

Anonim. 1997. FARMAKOPE INDONESIA EDISI IV. Jakarta : Depkes RI


Syamsuni. 2006. ILMU RESEP. Jakarta : EGC
<br /></div>

Senin, 29 Juli 2013

Farmasetika_Laporan Infus

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sediaan farmasi tidak hanya sebatas sediaan padat, semi padat, dan cair. Selain itu terdapat juga sediaan galenik dan sediaan  steril. Sediaan steril ini terdiri dari obat tetes mata (guttae opthalmic), obat tetes telinga (guttae auricause), obat tetes hidung (guttae nassales),  tetes mulut (guttae oris), salep mata, dan injeksi. Injeksi terdiri dari injeksi volume kecil (ampul dan vial), dan injeksi volume besar (infus). Sediaan steril termasuk sediaan yang agak rumit karena pengerjaannya harus memperhatikan keadaan bahan, alat, dan lingkungan yang steril serta pengerjaan yang dilakukan secara aseptik dan juga harus hati-hati untuk menghindari terjadinya kontaminasi mikroba dan bahan asing.
Injeksi infus ini didefenisikan sebagai sediaan steril untuk penggunaan parenteral. Sediaan ini dibuat atau diracik dengan melarutkan, mengemulsi, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam pelarut atau dengan menggunakan bahan atau zat yang isotonis, atau mempunyai tekanan yang sama dengan darah dan cairan tubuh yang lain dengan menggunakan Aqua Pro Injeksi  sebagai zat pembawanya.
 Penggunaan injeksi dapat dilakukan dengan berbagai rute pemberian kepada penderita atau pasien yang tidak dapat atau susah untuk menelan obat atau tidak dapat diserap dari mukosa saluran cerna. Sediaan injeksi ini tidak semua jernih atau tidak berwarna tetapi sediaan injeksi ini dapat pula berwarna tergantung dari bahan obat yang dipakai. Sediaan injeksi baik yang berwarna maupun yang tidak berwarna harus tetap steril. Oleh karena itu, seorang farmasis harus mengetahui bagaimana cara pembuatan dan pemakainnya.
Pembuatan infus dilakukan dengan tujuan diberikan pada pasien yang tidak dapat menelan obat, dan biasanya dilakukan untuk intravena. selain itu, juga bertujuan agar seorang farmasis dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan sediaan steril infus. Berdasaran uraian diatas, maka sangat perlu membahas lebih dalam lagi tentang pembuatan sediaan infus.




BAB II
FORMULA
II.1 Master Formula
R/  Glukosa              25 g
NaCl                   2,25 g
A.P.I.  ad            500 mL

II.2 Kelengkapan Resep
Dr. Fiant      SIP. 005/IDI/2010
Jl. Syehk Yusuf  No 15 Kendari
Telp. (0401) 31934
No. 01                              Kendari, 22/09/2012
R/  Glukosa              25 g
NaCl                   2,25 g
A.P.I. ad             500 mL
                             Fac 100 mL                   
Pro         : Arka
Umur     : 20 Tahun
Alamat  : Jl. Asrama Haji
Keterangan :
R/                    :    Recipe                 :    Ambillah
Pro                  :    Pronum                :    Untuk
Fac                  :    Fac                       :    Dibuat
            A.P.I.              :    Aqua Pro Injeksi :    Air Untuk Injeksi

II.3 Alasan Penggunaan Bahan
II.3.1 Penggunaan Bahan Aktif
Glukosa merupakan bahan yang berfungsi sebagai kalorinergik artinya sebagai sumber energi. Bentuk alaminya disebut juga Dekstrosa. Penggunaan glukosa pada sediaan ini sebagai bahan utamanya dimaksudkan untuk menambah energi pada pasien yang kehilangan banyak cairan tubuh karena hipokelemik dehidrasi.
II.3.2 Penggunaan Bahan Tambahan
a.    Natrium Clorida (NaCl)
            Digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infus yang akan dibuat dapat setara dengan tekanan osmosis cairan tubuh yakni 0,9 % yang juga merupakan tekanan osmosis NaCl. Pada sediaan ini, NaCl digunakan sebagai zat tambahan untuk memperoleh larutan yang isotonis.


b.   Aqua pro injeksi (API)
Selain sebagai bahan dalam pembuatan injeksi karena bebas pirogen, alasan dari penggunaan A.P.I. yaitu dalam ilmu farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan lainnya yang mudah terhidrolisa (mudah terurai dengan karena adanya kelembaban). 
c.    Sulfur (S)
Alasan penggunaan sulfur adalah agar alat yang digunakan tidak mengandung bakteriasida.
d.   Natrium karbonat (Na2CO3)
Digunakan sebagai bahan pembersih alat-alat.












BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1  Landasan teori
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, hal 10 larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL.
Menurut FI Edisi III halaman 12, infus intravenous adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap  darah, disuntikkan langsung ke dalam vena, dengan volume relatife banyak. Kecuali dinyatakan lain, infus intravenous tidak diperbolehkan mengandung bakteriasida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel.
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk mengembalikan air dan elektrolit. (Anief , 1997)
Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian langsung ke dalam pembuluh darah vena harus steril dan isotonis dengan darah, dikemas dalam wadah tunggal berukuran 100 mL - 2000 mL. Tubuh manusia mengandung 60   air dan terdiri atas cairan intraseluler (di dalam sel), 40  yang mengandung ion-ion K+, Mg+, sulfat, fosfat, protein serta senyawa organik asam fosfat seperti ATP, heksosa, monofosfat dan lain-lain. Air mengandung cairan ekstraseluler (di luar sel) 20  yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan terbagi atas cairan intersesier (diantara kapiler) 15  dan plasma darah 5  dalam sistem peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+, klorida dan bikarbonat. (Anief , 2008)
Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan di keluarkan dalam jumlah yang relatife sama. Rasionya dalam tubuh adalah 57 , lemak 20,8 , protein 17,0 , serta mineral dan glikogen 6 . Infus berisi larutan glukosa atau dekskrosa yang cocok untuk donor kalori. (FI Edisi III halaman 12).
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk infus harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) juga mempersyaratkan tiap wadah akhir infus harus diamati secara fisik dan tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan asing yang terlihat secara visual harus di tolak.
 Air  yang digunakan untuk infus biasanya Aqua Pro injeksi, A.P.I. ini dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral atau wadah logam yang cocok dengan label. Hasil sulingan pertama dibuang dan sulingan selanjutnya di tampung dan segera digunakan.
Dalam pembuatan infus atau cairan intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volume yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena biasanya mengandung zat-zat amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk menetralisir trauma pada pembuluh darah. Namun cairan Hipotonis maupun Hipertonis dapat digunakan untuk meminimalisir pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat.  (Anief, 1993).
Ø Syarat-syarat infus
1.    Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis
2.    Jernih, berarti tidak ada partikel padat
3.    Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna
4.    Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh lain yakni 7,4.
5.    Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh seperti darah, air mata, cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9 %.
6.    Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup dan patogen maupun non patogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).
7.    Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam. Menurut Co Tui, pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida dimana mengandung radikal yang ada unsur N, dan P. Selama radikal masih terikat, selama itu dapat menimbulkan demam dan pirogen bersifat termostabil.
Ø Keuntungan sediaan infus :
1.    Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat
2.    Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
3.    Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat dihindarkan
4.    Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma.
5.    Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.
Ø Kerugian sediaan infus :
1.    Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali
2.    Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntik
3.    Kekeliruan pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin diperbaiki terutama sesudah pemberian intravena
4.    Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktek dokter oleh perawat yang kompeten
5.    Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan yang harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel)
Ø Fungsi pemberian infus :
1.    Dasar nutrisi, kebutuhan kalori untuk pasien dirumah sakit harus disuplai via intravenous. Intravenous seperti protein dan karbohidrat
2.    Keseimbangan elektrolit digunakan pada pasien yang shock, diare, mual, muntah, membutuhkann cairan inrravenous
3.    Pengganti cairan tubuh seperti dehidrasi
4.    Pembawa obat obat. Contohnya seperti antibiotik
Ø Penggolongan sediaan infus :
1.    Larutan elektrolit
Secara klinis larutan digunakan untuk mengatasi perbadaan ion atau penyimpanan jumlah normal elektrolit dalam darah. Penyebab berkuranngnya elektrolit plasma darah adalah kecelakaan, kebakaran dan operasi atau perubahan patologis organ.
Ada dua jenis keadaan atau kondisi darah yang menyimpan yakni sebagai berikut :
*  Asidosis
Yakni kondisi plasma darah yang terlampau asam akibat adanya ion klorida dalam jumlah berlebih.
*  Alkalosis
Yakni kondisi plasma darah yang terlampau basa akibat adanya ion natrium, kalium, dan kalsium dalam jumlah berlebih.

2.    Infus carbonat
Berisi larutan glukosa atau dekstrosa yang cocok untuk donor kalori. Digunakan untuk memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka, hipoglemia.
3.    Larutan kombinasi elektrolit dan carbonat
4.    Larutan irigasi
Sediaan larutan steril dalam jumlah besar 3 liter. Larutan ini disuntikkan dalam vena, tetapi digunakan di luar sistem peredaran darah dan umunya menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan sehingga memungkinkan pengisian larutan dengan cepat.

III.2    Uraian Bahan
a.    Glukosa (FI Edisi III hal. 268)
Nama resmi                 :    GLUCOSUM
Sinonim                      :    Glukosa
Rumus Molekul          :    C6H12O6H2O

Pemerian                     :    Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak berbau, rasa manis.
                 Kelarutan                    :    Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95 %) P mendidih, sukar larut dalam etanol (95 %) P.
Penyimpanan              :    Dalam wadah tertutup baik.
K / P                           :    Kalorigenikum, yakni zat yang dapat meningkatkan atau menghasilkan energi.

b.   NaCl (FI Edisi III Hal. 403)
Nama Resmi               :    NATRII CHLORIDUM
Sinonim                      :    Natrium Klorida
Rumus Molekul          :    NaCl
Pemerian                     :    Hablur heksahedral, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan                    :    Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam etanol (95 %). 
Penyimpanan              :    Dalam wadah tertutup baik.
K / P                           :    Sumber ion klorida dan ion natrium


c.    A.P.I (FI Edisi III Hal. 97)
Nama Resmi               :    AQUA PRO INJECTION
Sinonim                      :    Air untuk injeksi
Pemerian                     :    Keasaman–kebasaan, amonium, besi, tembaga, timbal, kalsium klorida, nitrat, sulfat, zat teroksidasi memenuhi syarat yang tertera pada aqua destilata. 
Penyimpanan              :    Dalam wadah tertutup kedap, jika disimpan dalam wadah tertutup kapas berlemak harus digunakan dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.
K / P                           :    Untuk pembuatan injeksi

d.   Sulfur (FI Edisi III Hal. 591)
Nama Resmi               :    SULFUR PRAECIPITATUM
Sinonim                      :    Belerang endap
Pemerian                     :    Tidak berbau, tidak berasa.
          Makroskopik     :    Serbuk lembek, bebas butiran, kuning keabuan pucat atau kuning kehijauan pucat.
          Mikroskopik      :    Partikel hampir bulat berkelompok, amorf, mudah larut dalam karbondisulfida P.
Kelarutan                    :    Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam karbondisulfida P, sukar larut dalam minyak zaitun P, sangat sukar larut dalam etanol (95 %) P.
Penyimpanan              :    Dalam wadah tertutup baik.
K / P                           :    Antiskabies, yakni obat yang digunakan untuk penyakit kudis).

e.    Na2CO3 (FI Edisi III Hal. 400)
Nama Resmi               :    NATRII CARBONAS
Sinonim                      :    Natrium Karbonat
Rumus Molekul          :    Na2CO3.H2O
Pemerian                     :    Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih.
Kelarutan                    :    Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih.
Penyimpanan              :    Dalam wadah tertutup baik.
K / P                           :    Zat tambahan dan keratolitikum yakni untuk menebalkan lapisan tanduk.








BAB IV
METODE KERJA
IV.1 Alat dan Bahan
IV.1.1 Alat yang digunakan :
1.        Autoklaf
2.        Batang pengaduk
3.        Botol kaca infus 100 mL
4.        Gelas kimia 100 ml
5.        Gelas ukur 100 mL
6.        Labu ukur 100 mL dan 500 mL
7.        Sendok tanduk
8.        Spoit 3 cc
9.        Tali godam
10.    Timbangan digital.
IV.1.2 Bahan yang digunakan :
1.      Alumium foil
2.      Aquadest
3.      A.P.I
4.      Glukosa
5.      Kapas
6.      Kertas perkamen
7.      Kertas saring
8.      NaCl
9.      Na2CO3
10.  Sulfur
IV.2 Perhitungan Bahan
*  Perhitungan larutan bebas sulfur
1.    Na2CO3   2%  , 500 mL
%w    =     x  100 %
2%     =  x  100 %
       x  =  10 gram
2.    Sulfur   0,1%  ,  500 mL 
%w    =     x  100 %
1 %    =  x  100 %
        x = 0,5 gram
*  Perhitungan Bahan
1.    Glukosa             =    x  100  =  5 gram
2.    NaCl                  =  x  100  =  0.45 gram
Dalam Farmakope Indonesia Edisi III halaman 19, volume tambahan yang dianjurkan adalah 2% dari volume yang akan dibuat, maka :
·      Glukosa        =     x  5     =  0,1 gram
Total             =  5   +   0,1    =  5,1 gram
·      NaCl             =    x  0,45  =  0,009 gram
Total             =  0,045 + 0,009
                           = 0,459 gram
3.    A.P.I                  =  100 – ( 5,1 + 0,459 )
=   94,441 mL.
IV.3 Cara Kerja
IV.3.1 Pembuatan Larutan Bebas Sulfur
1.    Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.    Timbang natrium carbonat sebanyak 10 gram. Masukkan ke dalam gelas kimia 100 mL, kemudian dilarutkan dengan sedikit aquadest
3.    Timbang 0,5 gram sulfur, masukkan ke dalam gelas kimia 100 ml, larutkan dengan sedikit aquadest
4.    Larutkan dengan natrium carbonat dengan larutan sulfur, kemudian masukkan ke dalam labu ukur 500 mL
5.    Cukupkan volumenya hingga 500 mL
6.    Kocok hingga homogen
7.    Beri etiket, brosur dan kemasan
IV.3.2 Cara Kerja Pembuatan Infus
1.        Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2.        Lakukan perhitungan bahannya.
3.        Timbang glukosa 5,1 gram di dalam gelas kimia 100 mL.
4.        Diambil NaCl 0,9 % sebanyak 0,459 ml dengan menggunakan spoit 3 cc.
5.        Diambil A.P.I 96,33 mL dengan menggunakan gelas ukur.
6.        Kalibrasi botol infus.
7.        Botol infus dibebas sulfurkan dengan cara botol infus direndam dengan larutan sulfur dengan glukosa.
8.        Glukosa yang telah ditimbang dilarutkan dengan sedikit A.P.I, kemudian diaduk hingga larut.
9.        Masukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan tambahakn dengan larutan NaCl 0,9 % sebanyak 0,459 mL, lalu tambahkan dengan A.P.I sampai tanda batas.
10.    Masukkan ke dalam botol infus kemudian ditutup dengan penutup karet dan aluminium foil, lalu diikat dengan tali godam
11.    Sterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
12.    Setelah steril, dikeluarkan lalu diberi etiket, brosur dan kemasan.



BAB V
PEMBAHASAN
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk infus harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi atau adanya bahan asing. Cara pembuatan obat yang baik (CPOB) mempersyaratkan tiap wadah akhir infus harus diamati secara fisik dan tiap wadah  yang menunjukan pencemaran bahan asing yang terlihat secara  visual harus ditolak. Selain itu syarat sediaan steril infus adalah harus bebas pirogen. Dimana bebas pirogen dapat diartikan bahwa sediaan yang bebas dari cemaran mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya panas atau demam. Sebelum wadah digunakan, wadah haruslah dibebas sulfurkan terlebih dahulu dengan merendam penutup wadah infus yang terbuat dari karet dalam larutan belerang (sulfur praecipitatum) dan natrium carbonat (Na2CO3).
            Air yang digunakan untuk infus biasanya Aqua Pro Injeksi ini dibuat  dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral atau wadah logam yang cocok untuk labu. Hasil sulingan pertama di buang dengan sulingan selanjutnya ditampung dan segera digunakan. Bila segera digunakan untuk disterilan dengan cara sterilisasi A (sterilisasi basah atau disebut dengan sterilisasi panas lembab karena sterilisasi ini dilakukan di dalam autoklaf dengan menggunakan uap air bertekanan) atau C (penyaringan bakteri kecil) setelah ditampung.
            Dalam praktikum ini pertama-tama dilakukan yakni mensterilkan semua alat-alat yang dilakukan di dalam autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit, selanjutnya dilakukan penimbangan bahan. Pertama ditimbang glukosa sebanyak 5,1 gram di dalam gelas kimia 100 mL dan dilarutkan dengan Aqua Pro Injeksi secukupnnya hingga larut lalu aduk hingga dengan batang pengaduk. Setelah larut tambahkan larutan NaCl 0,9 % sebanyak 0,495 mL dengan menggunakan spoit 3 cc, aduk hingga homogen setelah itu masukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian cukupkan volumenya dengan Aqua Pro Injeksi hingga 100 mL, goyangkan labu ukur agar bahan tercampur homogen.
            Setelah larutan tersebut di buat, siapkan wadahnya. Botol infus dikalibrasi dengan menggunakan Aqua Destillata hingga 100 mL, keluarkan isinya lalu masukkan larutan yang telah dibuat tadi. Tutup botol dengan penutup karet dan dilapisi dengann aluminium foil dan ikat dengan talli godam sekuat mungkin. Tujuannya agar pada saat disterilkan dalam autolaf volume infus tidak berkurang, kemudian diadakan uji kelayakan dan kejernihan larutan infus yang telah dibuat dengan cara melihat jernih atau keruhnya larutan infus yang telah dibuat. Setelah itu uji adanya bahan-bahan asing yang berwarna putih dengan menggunakan sebuah alat yang berlatar hitam sehingga dengan alat tersebut kita dapat melihat jika ada bahan-bahan asing yang berwarna putih yang melayang-layang dalam larutan tersebut.
            Selanjutnya uji bahan-bahan asing berwarna hitam dengan menggunakan alat-alat berlatar putih, dengan alat ini jika masih ada bahan-bahan asing berwarna hitam akan dapat terlihat dengan jelas. Kemudian dilakukan uji kebocoran jika larutan infus yang dibuat bocor maka volume infus tersebut berkurang ataupun bertambah, hal ini dapat dilihat dengan adanya tanda kalibrasi 100 mL yang telah dibuat dengan menggunakan etiket. Larutan infus dapat berkurang akibat adanya kebocoran sehingga air akan keluar dari wadah infus dan bertambahnya larutan infus tersebut bisa disebabkan masuknya uap air pada saat dilakukan sterilisasi, setelah itu beri etiket, brosur dan kemasan.




DAFTAR PUSTAKA
Annonim. 1979. FARMAKOPE INDONESIA EDISI III. Jakarta : Depkes RI
Anief. 1991. FARMASETIKA. Yogyakarta: UGM Press
Anief. 2008. ILMU MERACIK OBAT. Yogyakarta: UGM Press
Voight, R. 1995. BUKU PELAJARAN TEKNOLOGI FARMASI. Yogyakarta:
UGM Press
Samsuri, A. 2006. ILMU RESEP. Jakarta : Buku kedokteran EGC